Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul menanggapi soal kasus pertambangan yang ada di Bima yang berujung pada aksi demonstrasi hingga menimbulkan korban jiwa. Dia menegaskan, perusahaan yang sudah memiliki ijin pertambangan tentunya harus dilindungi.
"Mengenai pertambangan, kita ini negara hukum. Kalau sudah ada kepastian hukum itu, siapapun harus dilindungi. Kalau begini terus bagaimana investor mau menangani pertambangan di Indonesia?," katanya saat dihubungi okezone, Senin (26/12/2011) malam.
Dia menambahkan dengan ijin tersebut sebuah perusahaan tambang memiliki kepastian hukum dan harus dilindungi. "Kalau sudah ada ijin bagaimana? Sekarang ijin sudah keluar, siapapun yang punya ijin harus diprioritaskan," katanya.
Untuk masalah Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) perusahan tersebut, sambung Ruhut, perlu diteliti lebih lanjut. "Kan ada amdal, tunggu semualah, kita lihat saja dan itu yang diteliti," tambahnya.
Untuk kasus ini, Ruhut melihat karena adanya ketimpangan sosial sehingga terjadi insiden tersebut. Karena itu, dia mengimbau bagi para perusahaan tambang yang sudah memiliki ijin pertambangan sebaiknya melihat kesejahteraan di warga sekitar.
"Kalau aku lihat itu karena ada persaingan biasa saja. Karena itu kalau dapat ijin tambang maka sejahterakan warga sekitar, kalau enggak sejahterakan maka timbul provokator. Jangan ada kecenderungan sosial," tuturnya.
"Tambang diwilayah itu penduduk jangan jadi penonton saja, komunikasi, musyawarahlah," ucap Ruhut.
Sebelumnya, warga meminta agar Bupati Bima Ferry Zulkarnaen untuk mencabut izin pertambangan sesuai dengan SK 188 tentang izin pertambangan milik PT Sumber Mineral Nusantara. Namun Ferry mengaku tidak bisa mencabut izin tersebut dan hanya bisa dilakukan penghentian eksplorasi selama setahun.
Karena hal tersebut tidak kunjung dipenuhi, Kemudian warga pun melakukan penutupan Pelabuhan Sape, Lambu, Bima, NTB. Alhasil aktivitas di pelabuhan selama hampir sepekan lumpuh. Sejumah kendaraan yang ada di dalam kapal penyeberangan tidak bisa keluar dari pelabuhan akibat pendudukan pelabuhan oleh massa.
Polisi mengklaim penanganan para pengunjuk rasa sudah sesuai dengan prosedur tetap (protap). Akan tetapi polisi masih menyelidiki dugaan kesalahan personel dalam mengamankan massa sehingga menewaskan dua orang.
Menurut versi polisi dua orang tewas dalam insiden ini, sedangkan Komnas HAM, menyebut tiga nyawa melayang dalam bentrokan tersebut. Ketiga korban yang yaitu Saiful (17), Arief Rahman (19) dan Arifusin Arrahman yang belum dipastikan identitasnya.