Sejumlah kalangan meminta pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur bahan bakar gas (BBG) pasca pembatalan kenaikan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012.
Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, pemerintah sudah memiliki alokasi anggaran BBG dalam APBN Perubahan 2012 sebesar Rp 2,1 triliun.
“Dana sudah tersedia, segeralah dibangun infrastruktur BBG. Paling tidak dalam tiga bulan ini sudah harus terlihat pembangunannnya,” seru Satya.
Menurut anggota Fraksi Partai Golkar ini, dana Rp 2,1 triliun masuk dalam pos kompensasi kenaikan harga BBM yang dialokasikan Rp 30,6 triliun.
Apalagi, penjelasan Pasal 7 Ayat 4 Undang-Undang APBN Perubahan 2012 telah mengamanatkan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi melalui konversi ke BBG.
Satya meyakini, ketersediaan infrastruktur BBG merupakan kunci pengembangan bahan bakar yang lebih murah dan ramah lingkungan dibanding BBM tersebut.
“Kalau infrastruktur ada, maka pemilik mobil akan beralih ke BBG, meski harus membeli alat konverter, karena harganya murah hanya Rp 3.100 per liter, lebih murah dari premium,” katanya.
Bagi angkutan umum, tambah Satya, pemerintah tetap harus memberikan subsidi pembelian alat konverter.
Direktur Yayasan Teknologi Energi dan Inovasi Indonesia (Tenov) Ferry Zulkifli menyebutkan, pemerintah sebaiknya memprioritaskan pembangunan BBG jenis terkompresi (compressed natural gas/CNG) ketimbang cair (liquified gas for vehicles/LGV).
“Ketersediaan CNG lebih banyak dibandingkan LGV, selain harganya lebih murah,” katanya.
Dari sisi keamanan, menurut Ferry, CNG yang berbentuk gas terkompresi meski diatur agar tetap bisa bocor menggunakan katup pengaman, sehingga lebih aman, sedangkan LGV tidak boleh bocor.
Ia menambahkan, pada waktu gas bocor, jangan langsung ditutup apapun apalagi sampai pengelasan. “Hal-hal semacam ini harus disosialisasikan ke masyarakat,” jelas Ferry.
Menurutnya, tenov juga mendorong pemerintah memberikan insentif fiskal dan perpajakan.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo mengatakan, pemerintah siap melaksanakan program pemakaian BBG secara massal. “Pemerintah akan mengutamakan CNG karena harganya lebih murah,” katanya.
Widjajono mengatakan, pemerintah akan tetap mempertahankan harga CNG sebesar Rp 3.100 per liter menyusul pembatalan kenaikan harga BBM. Dengan demikian, lanjutnya, investor akan lebih banyak tertarik mengembangkan BBG.
Widjajono juga mengusulkan, dalam tahap awal, pemerintah ikut menanggung biaya pengadaan alat converter kit. “Produsen juga jangan untung banyak dulu, sehingga harga alat converter bisa lebih murah,” katanya.