Komisi I DPR berencana untuk mengkaji revisi UU yang mengatur peradilan militer. Tujuannya, agar dapat mengadili oknum TNI yang melanggar tindak pidana umum atau berbuat kriminal dalam peradilan umum. Hal ini mengingat, banyaknya kasuspenggunaan senjata api oleh aparat, Polri dan TNI di luar tugas yang membuat masyarakat khawatir.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai, bahwa peradilan militer didasari asumsi pelanggaran-pelangaran yang dilakukan oknum prajurit TNI di lingkungan TNI dan pelanggaran terhadap disiplin organisasi TNI.
"Namun ketika ada oknum prajurit TNI melakukan tindakan melanggar hukum di wilayah sipil dan terhadap warga sipil, maka seharusnya selain proses peradilan militer, juga harus dihadapkan pada peradilan sipil," ujar Mahfudz Siddiq, kemarin.
Mahfudz mengatakan, hakikatnya ada dua aturan hukum yang dilanggar yaitu militer dan sipil. Namun pihak TNI masih berpandangan kasus-kasus seperti itu hanya diproses di peradilan militer. Ini tidak masalah sepanjang penegakkan disiplin prajurit berjalan baik.
"Namun dengan kasus-kasus yang terjadi saat ini yang sudah masuk pada wilayah hukum pidana sipil, maka perlu dipertimbangkan kembali revisi UU Peradilan Militer yang sempat terhenti," tegas Wasekjen DPP PKS ini.
Secara terpisah, anggota Komisi III Eva Kusuma Sundari menilai, masalah prajurit TNI terlibat pidana sipil adalah problem umum ketika dibiarkan membaur bersama sipil, dan disaat bersamaan belum disejahterakan dengan baik oleh negara.
Bagi Eva, solusi jangka pendek bagi prajurit TNI bermasalah adalah agar satuan militer harus menghukum oknum TNI pelanggar hukum secara tegas. "Jangka panjang adalah penyelesaian fundamental seperti perbaikan kesejahteraan, revisi UU Peradilan militer, membangun barak yang jauh dari komunitas," katanya.