Bangsa Indonesia memerlukan pemikiran progresif untuk menghadapi dan memperbaiki realitas persoalan keretakan hidup berbangsa dan bernegara saat ini.
Demikian dikemukakan Ketua umum Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid, dan Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Benny Susetyo, di Jakarta, Minggu (3/6).
Mereka mengulangi paparan pada Seminar Dialog Kerukunan Umat Beragama di Ende, Flores, NTT, Jumat, (1/6) lalu. Nusron Wahid menyatakan, komitmen NU untuk menjaga dan merawat Pancasila, sebagai suatu kesepakatan dasar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena RI bukan negara agama, tetapi negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dia menyebutkan, banyak kenyataan hidup berbangsa dan bernegara yang menjadi masalah dan sangat menggelisahkan saat ini yang menunjukkan bahwa banyak produk UU dan Perda yang bertentangan dengan UUD dan Pancasila sebagai landasan filosofis hidup bernegara. Hal ini, tutur dia, terjadi karena rendahnya komitmen dari banyak warga bangsa untuk mengakui dan menghidupi nilai-nilai Pancasila.
Hal sama disampaikan Romo Benny. "Inilah yang dibutuhkan, revolusi kebudayaan dan cara pandang mengelola bangsa ini harus dimulai dengan menciptakan habitus baru dalam berperilaku," kata Benny Susetyo.
Menurut dia, bangsa Indonesia memiliki tugas demikian berat dalam situasi sulit ini dan berharap agar para penyelenggara secepatnya menyelamatkan upaya pendangkalan kebangsaan dan pemasungan toleransi yang secara sistematik telah merasuki masyarakat. "Negara harus mengambil langkah-langkah guna menyelamatkan kebhinekaan dan janji kebangsaan yang tertuang dalam Pancasila serta Konstitusi Republik Indonesia," katanya seperti dikutip Antara.
Benny menuturkan, sudah saatnya empat pilar bangsa ini yaitu Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika kembali dijadikan acuan hidup bersama dalam menata bangsa.