Paska putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana (BP) Migas, Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Teknologi (Ekuintek) Sohibul Iman meminta pemerintah harus bergerak cepat menindaklanjuti keputusan MK ini. Sebab, putusan karena putusan ini MK ini bersifat final.
"Bila perlu, pemerintah dapat segera mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) untuk mengganti UU No.22 Tahun 2001 yang telah memiliki banyak cacat hukum," ujar Sohibul Iman, Rabu (14/11).
Sohibul Iman mengingatkan pemerintah bahwa pembubaran BP Migas berdampak pada tiga hal berikut:
Pertama, pengawasan terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS). Tugas dan kewenangan yang selama ini dipegang BP Migas harus segera diambilalih agar tak menimbulkan kerugian negara. Kewenangan itu antara lain terkait penjualan minyak dan gas bumi yang diproduksi dari lapangan minyak di Indonesia serta pengawasan dan pembinaan terhadap KKS.
Kedua, iklim investasi. Industri migas perlu dijaga iklimnya agar tidak goyah. Pemerintah harus memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi investor. Apalagi investasi di sektor hulu migas ini melibatkan dana miliaran dollar AS dengan risiko amat tinggi dan masa pengembalian yang sangat lama. Pemerintah perlu membuat regulasi untuk menyelamatkan aset dan pendapatan negara di sektor migas yang selama ini dikelola BP Migas.
"Jika tidak segera dilakukan, maka pengembangan produksi migas akan terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan tertundanya rencana pengembangan dan menciptakan ketidakstabilan industri migas," kata Sohibul.
Ketiga, pembatalan pasal dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas menunjukkan bahwa undang-undang ini sudah memiliki banyak cacat hukum. Apalagi sebelumnya Mahkamah Konstitusi juga membatalkan tiga pasal lainnya dalam UU ini. Di antaranya, Pasal 22 ayat 1 tentang Domestic Market Obligation (DMO), Pasal 12 ayat 3 tentang Badan Usaha yang melakukan eksplorasi-eksploitasi, dan Pasal 28 ayat 2 dan 3 tentang diserahkannya harga BBM dan gas bumi kepada mekanisme persaingan usaha.
Bila ditambah dengan pembatalan pasal terkait dengan frasa "dengan Badan Pelaksana" yang jumlahnya 13 pasal, yaitu pasal 11 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (3), Pasal 21 ayat (1), Pasal 49, Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka secara keseluruhan ada 16 pasal dari 67 pasal dalam UU Migas tersebut yang batal.
"Hal ini dapat menyebabkan kekosongan hukum di sektor migas yang dapat berakibat negatif bagi masyarakat," katanya.