Anggota Komisi III DPR RI Didi Irawadi Syamsudin menilai rilis Pusat Pelaporan Analisi Transaksi Keuangan yang menyatakan 42,71 persen legislator terindikasi korupsi mengejutkan fantastis dan sensasional. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentu harus menindaklanjutinya.
Di sisi lain, Didi berharap PPATK seyogyanya mengklarifikasi akurasi dan detail angka atau data tersebut. Bukan menggunakan data persentase, sehingga berkesan sensasional. Namun, dijabarkan lebih dahulu: berapa jumlah sampel atau orang yang diteliti atau ditelaah.
"Dari jumlah sampel itu, berapa orang yang anggota DPR, dan dari alat kelengkapan DPR yang mana," kata Didi kepada Metrotvnews.com, Senin (7/1)..
Riset PPATK tentu amat penting bagi perkembangan demokrasi, khususnya dalam hal penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Temuan itu sangat bermanfaat bagi penegakan hukum, terutama terkait dengan penerapan rezim anti-pencucian uang, dan pencegahan serta penindakan dalam pemberantasan korupsi.
"Hasil riset PPATK itu boleh dibilang menjadi semacam fajar baru tahun 2013. Dalam arti, itu menjadi penting dan bagus bagi lembaran sejarah baru, yang tentu saja harus lebih baik, dan lebih bersih ketimbang tahun-tahun sebelumnya," kata Didi.
Di sisi lain, politikus Partai Demokrat ini menganggap hasil riset PPATK amat berguna sebagai otokritik, masukan amat serius, dan bahan evaluasi yang konkret untuk memperbaiki kwalitas, dan kinerja anggota DPR.
"Kalau menurut PPATK, hasil riset itu mengandung indikasi kuat tindak pidana korupsi, sebaiknya pula diproses secara hukum. Bagaimanapun, proses hukum merupakan mekanisme yang bersifat obyektif, ketimbang perdebatan atau saling silang pendapat antar-pihak-pihak berkepentingan, dalam hal ini DPR," kata Didi.