Banjir dan bencana alam telah menyebabkan para petani mengalami kerugian akibat gagal panen. Normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pembenahan kawasan konservasi perlu dilakukan segera oleh pemerintah, jika tidak ingin bencana ini terjadi terus menerus.
Menurut anggota Komisi IV DPR RI Ma'mur Hasanuddin, banjir disebabkan adanya degradasi lingkungan. "Banjir terjadi dikarenakan lambatnya normalisasi dan konservasi aliran-aliran sungai yang dilakukan oleh pemerintah. Banjir telah banyak merugikan dan mempengaruhi lalu lintas barang kebutuhan pokok," kata Ma'mur dalam rilisnya, Selasa (15/1).
Contoh terbaru bencana banjir di Ciujung Provinsi Banten. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) Provinsi Banten, sebanyak 63.692,83 hektare lahan kritis di hulu dan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung menjadi penyebab terjadinya banjir di aliran Sungai Ciujung hingga melumpuhkan jalan Tol Tangerang-Merak pekan lalu. Luas lahan kritis tersebut terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu lahan yang sangat kritis seluas 222,43 hektare, lahan kritis 19.415,77 hektare, dan lahan agak kritis seluas 44.054,63 hektare.
Ma'mur menambahkan, seharusnya pemerintah lebih siap, mengingat banjir Ciujung tahun lalu juga terjadi di bulan Januari. Banjir kali ini lebih parah. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama satu tahun terakhir tak ada perubahan berarti dalam usaha pencegahan banjir. Banjir Ciujung telah merendam 33 kecamatan di lima kabupaten/kodya Provinsi Banten. Wilayah yang kebanjiran adalah Lebak, Pandeglang, Serang, Tangerang, dan Kota Serang.
"Di Indonesia saat ini banyak kondisi DAS di hulu kritis sedangkan di tingkat hilirnya ribuan hektare sawah hilang, seluruhnya karena alih fungsi yang terjadi tanpa adanya kontrol ketat. Pemerintah pusat dan daerah harus segera merumuskan langkah-langkah strategis terkait tata ruang dan konservasi daerah aliran sungai," tegas Ma'mur.
Pengelolaan DAS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012. Beleid ini mengatur ketentuan penatagunaan lahan, optimalisasi penggunaan lahan, pengelolaan lahan dan vegetasi, penerapan kaidah konservasi tanah dan air, serta pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan. Keberhasilan Pengelolaan DAS berdampak terhadap ketahanan pangan di masa mendatang. Saat ini, luas areal irigasi tanaman padi di Indonesia berjumlah kurang lebih 7,2 juta hektare dan sebagian besar ada pada hilir DAS. Banyak areal pertanian yang subur dikonversi menjadi bangunan atau infrastuktur yang mengurangi lahan pangan produktif dan menurunkan fungsi hidrologis DAS.
"Saat ini terjadi permasalahan akibat rusaknya DAS yang menyebabkan banjir, kekeringan, sedimentasi yang cukup tinggi dan polusi air. Kondisi DAS semakin memprihatinkan sejak otonomi daerah diberlakukan. Seringkali pemerintah daerah untuk mengejar kepentingan pendapatan daerah, menafikan fungsi DAS sebagai pemukiman atau industri. Motif ekonomi menjadi faktor yang paling berpengaruh di balik terjadinya perubahan tata guna lahan di kawasan hulu," sesal Ma'mur.
Faktor lain yang menyebabkan pengelolaan DAS belum berhasil dengan baik adalah lemahnya koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Hal ini karena banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, perusahaan swasta, dan masyarakat.