Ketua DPR Marzuki Alie meminta agar jalan tol, terutama yang berada di dalam kota, pada jam tertentu digratiskan. Alasannya, pada jam sibuk berangkat dan pulang kerja kemacetan terjadi luar biasa. Jalan tol pun tak lagi memenuhi fungsi sebagai jalan bebas hambatan.
Pengguna jalan tol jelas merugi jika harus membayar tapi kondisi jalannya sama dengan jalan biasa. Pada jam sibuk yang menyebabkan tol juga macet, masyarakat penggunanya tidak mendapatkan hak sebagai konsumen. Hanya pengelola jalan tol yang mengeruk untung.
"Pengelola jalan tol itu harusnya punya tanggung jawab. Jangan hanya mau memungut uang dari masyarakat, tapi kalau macet tidak peduli," ujar Marzuki Alie di Karawang, Jawa Barat, Kamis (24/1).
Marzuki berpendapat, kemacetan terjadi karena kesalahan negara yang gagal mengatasi keruwetan lalu lintas akibat ketidakmampuan membuat tata ruang yang baik. Pemerintah dan pengelola jalan tol harus menyadari, andaikata masyarakat enggan membayar tol dan hanya mau lewat jalan biasa, "Apa tidak mati perlahan Kota Jakarta?"
Jalan tol mestinya tidak selamanya dikuasai pengelola tol atau pihak swasta yang berinvestasi. Ketika investasi sudah menguntungkan, jalan tersebut harus dikembalikan kepada negara untuk dialihfungsikan menjadi jalan gratis bebas hambatan. Tol Jagorawi misalnya, sejak dibuka pada 1978 hingga kini terus difungsikan sebagai jalan tol. Padahal dulu direncanakan hanya 20 tahun lantas dikembalikan ke negara setelah investasi kembali.
Tol dalam kota, menurut Marzuki, adalah milik negara karena menggunakan lahan negara yang dulu berupa jalan negara. Dengan demikian, harus dikembalikan ke negara. Tapi anehnya, tarif tol justru naik terus di saat investasi sudah berhenti karena tinggal perawatan saja.
"Seharusnya Komisi V mengkaji hal ini. Jangan sampai jalan tol cuma menguntungkan pihak-pihak tertentu saja," kata Marzuki Alie.