Komisi V DPR RI meminta PT Kereta Api Indonesia (KAI) mempertimbangkan rencana penghapusan KRL ekonomi Jabodetabek sebab kebijakan itu kewenangan pemerintah. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 152 dan 153 UU 23/2007 tentang Perkeretaapian.
PT KAI tidak bisa menghapus KRL ekonomi karena kewenangan penghapusan KRL ekonomi ada di pemerintah. Di sisi lain, penghapusan KRL ekonomi juga harus mempertimbangkan kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat.
"Kebijakan itu harus tetap mempertimbangkan daya beli masyarakat. Kalau masih banyak masyarakat yang tidak mampu dengan tariff single class yang akan diterapkan, ya harus ditunda," kata Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) FPKS Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (25/3).
Hal ini dikemukakan Sigit menyusul aksi pemblokiran stasiun Bekasi oleh penumpang KRL yang menolak rencana penghapusan KRL ekonomi menjadi single class per 1 April mendatang. Jika pemerintah ingin menghapuskan kelas ekonomi, kata Sigit, harus ada dasar yang jelas dan survei yang mendukung bahwa masyarakat sudah mampu membayar tarif yang ditetapkan oleh penyelenggara sarana kereta api.
Sigit juga mengkritik pelayanan PT KAI yang belum memuaskan sebagian besar pengguna jasa transportasi public itu. Sebagai contoh, soal keterlambatan dan perbedaan pelayanan antara kelas ekonomi dan bisnis/eksekutif.
"Saya banyak mendapat laporan dari pengguna kereta mengenai layanan PT KAI yang diskriminatif antara kelas ekonomi dengan kelas bisnis/eksekutif. Mulai dari soal ketepatan waktu pemberangkatan sampai prasarana(ruang tunggu, fasilitas umum dan akses masuk) yang sangat berbeda," papar Sigit.
Untuk itu, Sigit meminta agar PT KAI tidak lagi membeda-bedakan pelayanan karena untuk kelas ekonomi pemerintah sudah membayar melalui PSO.