Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin menyatakan calon presiden mendatang minimal memiliki tiga persyaratan utama yakni kredibel, tidak emosional, dan kompeten.
“Dengan ketiga persyaratan utama tersebut, maka seorang pemimpin nasional dapat menjaga keseimbangan antara kemampuan, ketenangan, dan diterima oleh masyarakat,” kata Tubagus Hasanuddin saat menjadi pembicara dalam diskusi Dialog Pilar Negara: Menyoal Rekrutmen Ideal Pemimpin Nasional di Gedung Parlemen Jakarta, Kemarin (18/11).
Kredibilitas, menurut Hasanuddin, masih memiliki enam unsur dan keseluruhannya harus dimiliki pula oleh calon-calon pemimpin nasional mendatang. Unsur kredibilitas itu adalah jujur, visioner, cerdas, tegas, ikhlas, dan tekun.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa membangun kredibilitas itu tidak bisa hanya dalam waktu sekejap tapi harus dibangun secara bertahap dan memerlukan waktu lama. “Jadi seorang pemimpin itu harus memiliki enam syarat kredibilitas, sehingga ia bisa diterima dan dipercaya oleh masyarakat,” katanya.
Disamping persyaratan kredibilitas, calon pemimpin nasional juga harus mampu mengendalikan emosi negatifnya. Sikap yang emosional akan berdampak pada buruknya kinerja pemerintahan.
Jika pemimpinnya sering menunjukkan emosi negatif maka masyarakat juga menerimanya negatif, sehingga pemerintahannya akan menjadi tidak kondusif. Sebaliknya, jika calon pemimpin nasional menunjukkan emosi positif maka akan berdampak baik pada kinerja pemerintahanya.
Kemudian pada persyaratan kompetensi, calon pemimpin harus memiliki kemampuan menganalisis, merencanakan, kepekaan sosial, intelektual, dan memberikan contoh perilaku yang baik.
Ketiga persyaratan utama tersebut, menurut Hasanuddin, didasarkan pada pengakuan masyarakat luas dan bukan dari klaim pribadinya.
Clear And Clean
Ditempat yang sama, Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari yang turut menjadi pembicara menegaskan bahwa pemimpin nasional ke depan haruslah tokoh yang jelas secara ideologi dan bersih dari korupsi atau clear and clean.
“Masyarakat Indonesia mengharapkan tokoh yang menjadi pemimpin nasional mendatang adalah tokoh yang benar-benar bebas dari kasus korupsi,” katanya seraya menambahkan bahwa masyarakat sangat tidak suka kepada tokoh koruptor karena dampak dari praktik korupsi terbukti membuat kehidupan masyarakat menjadi sulit.
Meskipun Indonesia saat ini masuk dalam kelompok 20 negara yang memiliki kekuatan ekonomi atau G-20, kata dia, tapi masih banyak rakyat Indonesia hidup miskin karena dampak dari praktik korupsi. Sementara praktik korupsi sudah menjalar pada ketiga elemen negara, tidak hanya di jajaran eksekutif tapi juga telah memasuki jajaran legislatif dan yudikatif.
“Bahkan kalau ada orang yang pernah menjadi saksi karena mengetahui kasus korupsi pun sudah termasuk tidak layak,” katanya.