Politisi Golkar Kritik Koordinasi Menteri Ekonomi Soal Elpiji

sumber berita , 07-01-2014

Politisi Golkar yang duduk sebagai Wakil Ketua Komisi XI Bidang Keuangan Perbankan DPR, Harry Azhar Azis, menilai koordinasi bidang perekonomian pemerintah amat buruk terkait kenaikan harga elpiji 12 kilogram yang kini telah dikoreksi. Para menteri disebut jalan sendiri-sendiri dan tak saling terbuka satu sama lain.

“Peninjauan kembali kenaikan harga elpiji merupakan bukti karut-marutnya koordinasi ekonomi itu. Pengambilan keputusan jalan masing-masing tanpa memikirkan nasib rakyat,” kata Harry Azhar Azis di Jakarta, Selasa 7 Januari 2014.

Meskipun kewenangan menetapkan harga elpiji ada di tangan Pertamina, kata Harry, namun Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang 100 persen sahamnya dimiliki negara. Oleh sebab itu bukan hanya keuntungan perusahaan yang mesti dipikirkan, tapi juga nasib rakyat.

Pertamina sebagai korporat, kata dia, tidak boleh hanya berpikir fasilitas mewah, untung besar agar gaji untuk direksi miliaran rupiah. Pertamina juga jangan cuma sibuk bangun proyek mercusuar gedung super-tinggi di tengah masyarakat miskin yang tidak punya tempat tinggal layak karena ekonomi semakin sulit. "Tapi kejadian (kenaikan harga elpiji) ini malah dibiarkan oleh menteri-menteri ekonomi di dalam pemerintahan SBY,” kata Harry Azhar.

Proyek mercusuar yang dimaksud Harry adalah pembangunan Pertamina Energy Tower yang diklaim bakal menjadi gedung tertinggi di Indonesia. Gedung di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, itu akan menjadi kantor baru Pertamina. Pertamina Energy Tower dirancang dibangun 99 lantai dengan ketinggian 530 meter. Gedung ini ditargetkan selesai pada tahun 2020.

Soal kenaikan harga elpiji yang disebut dilakukan tanpa berkoordinasi dengan pemerintah, dianggap Harry tak masuk akal. Menurut dia, sejak tahun 2013 Pertamina sudah mengusulkan kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg. “Jadi bila ada kenaikan, pasti diketahui oleh menteri yang membawahi Pertamina, yakni Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM untuk selanjutnya dilaporkan ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” kata dia.

Kenaikan harga elpiji di tengah peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 480 ribu orang per Maret-September 2013, dinilai amat mengherankan. Padahal sebelumnya sudah ada kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan tarif dasar listrik yang disusul kenaikan harga barang.

“Kenaikan harga elpiji di tahun 2014 ini menambah beban. Masyarakat kelas menengah dan bawah akan menjadi korban. Ini bisa meningkatkan jumlah penduduk miskin baru,” kata Harry.

Lebih lanjut, Harry mengatakan ketidakberesan koordinasi di pemerintah bukan hanya terkait harga elpiji. Buruknya koordinasi juga tampak pada 30 Desember 2013, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan dua Peraturan Presiden soal jaminan kesehatan yang memungkinkan para pejabat berobat di luar negeri dengan dana negara.

Pencabutan Perpres itu dilakukan setelah masyarakat melontarkan protes keras. “Pepres itu ditandatangani 16 Desember dan dibatalkan 30 Desember 2013. Kini disusul kasus serupa dalam kenaikan harga elpiji 12 kg. Tampaknya pemerintah bekerja sembrono. Presiden juga tidak mendapat informasi valid sebelum kebijakan diambil. Akibatnya seperti ini, diprotes sana-sini, pemerintah langsung panik dan semakin kehilangan wibawanya,” kata Harry.

Senin kemarin, Pertamina mengumumkan penurunan kenaikan harga elpiji 12 kg dari sebelumnya naik Rp3.959 per kg menjadi Rp1.000 per kg. Koreksi harga itu diambil setelah Pertamina dan menteri-menteri terkait berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan.

Diposting 07-01-2014.

Dia dalam berita ini...

Harry Azhar Azis

Anggota DPR-RI 2009-2014 Kepulauan Riau
Partai: Golkar