Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Tohari menilai rakyat Indonesia itu lebih membutuh figur pemimpin yang otentik dan bersih, seingga tidak tepat jika dibenturkan dengan jebakan dikotomi tokoh muda-tua dalam memilih calon presiden Indonesia.
Menurut Hajriyanto yang juga Ketua DPP Partai Golkar itu, capres tua atau muda tidak ada bedanya apabila keduanya tidak bersih dari korupsi, karena presiden yang bersih saja belum tentu bisa membersihkan negara ini dari korupsi, apalagi yang tidak bersih.
“Jadi sesungguhnya bagi rakyat itu tidak relevan dikotomi tokoh muda dan tua dalam Pilpres 2014. Namun yang jauh lebih penting dan mendesak bagi rakyat adalah hadirnya tokoh yang otentik dan bersih (dan membersihkan),” katanya.
Oleh karena itu, Hajriyanto tidak yakin dengan hasil survei yang dirilis Institut Riset Indonesia (Insis) bahwa rakyat Indonesia menghendaki capres muda dalam Pilpres 2014.
Hal itu karena rakyat butuh tokoh yang bersih dan membersihkan untuk menjadi presiden dan tidak peduli mereka itu berusia tua atau muda. Untuk apa tokoh muda kalau faktanya belepotan dengan korupsi dan suap?
Namun demikian, ia juga merasa senang apabila muncul tokoh muda dalam Pilpres 2014 namun tetap harus diutamakan sifat “bersihnya” dalam menjalankan amanah rakyat.
Apabila ada tokoh muda yang bersih dan membersihkan, ibarat air mutlak yaitu air suci yang menyucikan, dan tentunya itu sangat ideal. “Tetapi kalau dia tokoh muda tetapi indikasi koruptifnya begitu kuat, untuk apa kita punya presiden muda tetapi korup,” tegasnya.
Sementara isu presiden tua atau presiden muda itu hanya sekunder atau malah tersier saja, karena yang primer adalah presiden bersih dan membersihkan.
Sebelumnya, Survei Institut Riset Indonesia menyebutkan bakal calon presiden dari kalangan muda merupakan magnet untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat di Pemilu 2014.
“Apabila capres di bawah 55 tahun maju tingkat partisipasi pemilih sebesar 81,86 persen sedangkan kalau capres diatas 55 tahun maju tingkat partisipasi pemilih 63,36 persen,” kata peneliti INSIS Mochtar W Oetomo.
Mochtar menjelaskan ketika capres usia di bawah 55 tahun tingkat partisipasi pemilih sebesar 81,86 persen, tidak menggunakan hak pilih sebesar 4,2 persen, dan tidak menjawab 13,92 persen.
Dia membandingkan ketika tokoh di atas 55 tahun maju menjadi bakal capres maka tingkat partisipasi pemilih menjadi 63,36 persen, tidak menggunakan hak pilih 8,31 persen, dan tidak menjawab 28,31 persen.
Survei itu dilakukan dari 4 Desember 2013 hingga 8 Januari 2014 di 34 Provinsi di seluruh Indonesia dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden sebanyak 1.070 orang dengan tingkat kesalahan tiga persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Data dari survei itu dikumpulkan melalui wawancara tatap muka dengan pedoman kuesioner.