Perseteruan antara Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lulung Lunggana dan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ternyata belum berakhir.
Setelah ribut masalah Tanahabang beberapa waktu lalu, Ketua DPW PPP DKI ini meminta Ahok mundur dari jabatanya sebagai Wagub. Alasannya Lulung menilai Ahok pesimis dalam mengatasi banjir di Jakarta .
"Ahok bilang sampai kiamat banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur tidak akan pernah bisa diatasi. Jelas ini pernyataan pesimis. Kalau pemimpinya sudah pesimis seperti ini, lantas rakyat Jakarta minta pertolongan siapa lagi, kalau pesimis begini, mundur saja," ujar Lulung, di Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Menurut Lulung, Wagub tidak boleh menyatakan hal yang pesimis. Menurut Lulung, pernyataan Ahok tersebut sangat menyakiti hati warga Kampung Pulo.
Lulung mengaku sudah mendapatkan pengaduan warga Kampung Pulo kepada dirinya. Menurutnya, sebelum jadi wagub. Ahok pernah membuat kontrak politik dengan rakyat Jakarta. Kontrak politik itu diantaranya adalah akan menyelesaikan persoalan banjir di Jakarta.
"Dalam kampanyenya, Ahok berkoar bahwa dia, kalau terpilih jadi wagub dia berjanji akan menyelesaikan persoalan banjir di Jakarta. Tapi kenapa melihat banjir yang terjadi di Kampung Pulo, dia bilang banjir disana sampai kiamat tidak akan pernah teratasi,"ungkap Lulung.
Lulung menegaskan dirinya tidak memiliki sentimen pribadi kepada Ahok. "Saya tidak pernah merasa berseteru dengan Ahok. Kalau sekarang saya minta Ahok mundur dari Wagub, karena pernyataannya sebagai Wagub sudah menyakiti perasaan warga Kampung Pulo, pernyataan Ahok ini banyak dirilis di berbagai media," terangnya.
Seperti diketahui, Ahok mengatakan sampai kiamat pun, jika warga tidak mau pergi dari bantaran sungai, maka bencana banjir tetap akan terjadi. Ia mengatakan, sungai adalah jalan air dan tidak bisa ditempati, sama halnya seperti rel kereta.
”Itu yang saya bilang mereka harus tau diri, kalau tinggal di kota besar, rumusnya sama di seluruh dunia, harus tinggal di rusun atau apartemen, jangan maksa tinggal di pinggir kali. Sampai kiamat pasti banjir,” ujarnya di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (21/1) lalu.
Ia mengatakan, saat musim kemarau, badan air pasti mengecil, akhirnya warga membangun rumah. ”Tapi ya besok pas hujan pasti banjir, sama saja kaya rel kereta api, kalau kosong kita bisa diri di rel, tapi kalau saatnya kereta lewat, bisa nggak?,” ujarnya.