Komisi VI DPR menolak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen.
Ketentuan yang mulai berlaku 1 Januari 2011 ini dinilai belum jelas pengaturannya dan rawan penyelewengan dalam implementasinya. Selain itu, ketentuan ini dalam jangka menengah juga akan mendorong pelaku industri menjadi pedagang produk impor.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Nurdin Tampubolon mengatakan, diberlakukannya Permendag ini akan berdampak pada de-industrialisasi serta mengancam keberadaan usaha kecil dan menengah di Indonesia.
"Tidak sepantasnya seorang Menteri Perdagangan justru mematikan industri nasional dan mengancam usaha kecil dan menengah di dalam negeri," katanya di sela Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan jajarannya di Jakarta, Senin (17/1).
Dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto ini, Nurdin juga mempertanyakan surat Komisi VI DPR kepada Menteri Perdagangan agar meninjau ulang Permendag Nomor 39 Tahun 2010 yang hingga kini belum ada jawabannya.
Selain itu, juga dipertanyakan keberadaan sebanyak 239 perusahaan yang siap melakukan impor barang jadi apabila permendag ini diterapkan. "Buka semuanya. Siapa saja perusahaan-perusahaan yang ada di belakang dan siap melakukan impor itu," ujarnya.
Lebih lanjut Nurdin mengatakan, kebijakan terkait perdagangan yang akan diterapkan pemerintah sudah terlalu liberal. Dampaknya, ribuan tenaga kerja juga terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) bila berbagai produk impor membanjiri Indonesia pascaberlakunya Permendag Nomor 39 Tahun 2010 ini.
"Apabila kebijakan-kebijakan Menteri Perdagangan ini memang bertujuan meningkatkan penghasilan rakyat atau memberdayakan bangsa Indonesia, DPR pasti akan mendukungnya.
Namun sebaliknya, apabila kebijakan ini memicu proses deindustrialisasi serta mengancam ribuan tenaga kerja, DPR pasti mengkritisi," ucapnya.
Terkait terbitnya Permendag Nomor 39 Tahun 2010, Nurdin Tampubolon menilai, apa yang dilakukan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu justru jauh menyimpang dari visi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, pengangguran, dan mencapai pertumbuhan ekonomi (pro-poor, pro-job, and pro-growth).
Kebijakan impor, lanjutnya, sejauh produk-produk impor dibutuhkan bangsa Indonesia dan industri dalam negeri belum mampu memproduksinya, maka tidak menjadi masalah. Dalam hal ini, pemerintah harus berperan membatasi impor seraya melindungi industri nasional yang memproduksi produk serupa.
Pada raker ini, sejumlah anggota Komisi VI DPR juga minta Kementerian Perdagangan memperbaiki Permendag Nomor 39 Tahun 2010. Tanpa perbaikan, pemberlakuan ketentuan baru ini membuat produk impor semakin banyak masuk, sehingga industri kecil akan sulit bertahan. "Kami juga khawatir kebijakan ini akan membuat produsen beralih jadi pedagang," kata anggota Komisi VI DPR Sjukur Nababan.
Anggota Komisi VI DPR lainnya, Mirati Dewaningsih, meminta pemerintah membatasi jenis produk yang boleh diimpor oleh produsen. "Harus ada batas waktu sampai kapan boleh mengimpor," tuturnya.
Terkait hal ini, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, pemerintah akan membahas masukan-masukan dari DPR terkait pemberlakuan aturan baru tentang impor barang jadi oleh produsen.
Apalagi, sebenarnya Permendag ini bukan bentuk pengaturan yang sama sekali baru. "Ini bukan baru, sifatnya penyempurnaan dan perbaikan dari aturan yang sudah ada sejak 1998," katanya.