Sebagai bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gubernur DKI Jokowi asyik bersafari politik dan menggalang dukungan partai politik (parpol) peserta pemilu presiden (pilpres) mendatang.
Kegiatan 'baru' orang nomor satu di jajaran Pemprov DKI Jakarta ini pun membuat dirinya lalai akan kewajibannya dalam membangun ibu kota. Sampai saat ini, Pemprov DKI pun belum memiliki payung hukum rencana detail tata ruang (RDTR) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Muhamad Sanusi menegaskan, Peraturan Daerah (Perda) RDTR dan RTRW dibuat sebagai patokan atau payung hukum pelaksanaan pembangunan di Jakarta.
"Kalau Perda RDTR dan RTRW belum dibuat, gimana mau bangun Jakarta," kata Sanusi pada INILAHCOM, Kamis (24/4/2014).
Dia menegaskan, majunya Jokowi sebagai capres dalam Pilpres 2014 jangan sampai mengorbankan kepentingan Jakarta. "Silahkan anda mau maju (pilpres), gak ada yang ngelarang kok. Tapi jangan korbankan Jakarta," ujarnya.
Belum dibuatnya Perda RTRW 2010- 2030, oleh Pemprov DKI juga disoroti oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta.
"Sebelum RTRW disahkan, maka pembangunan di DKI Jakarta tak punya payung hukum," kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Ubaidilah.
Dikatakannya, dalam beberapa kebijakan Pemprov DKI Jakarta justru berpotensi memicu konflik seperti pembangunan jalan layang non-tol, busway koridor XI (Kampung MelayuPulogebang), flyover, jembatan, dan proyek lainnya.
"Akibat pembangunan tersebut, banyak pohon yang ditebang padahal belum ada payung hukumnya," ucapnya.
Sekadar diketahui, belum adanya Perda RDTR/RTRW, Pemprov DKI hanya mengandalkan surat Kemendagri sebagai payung hukum bagi Pemprov DKI untuk memberikan pelayanan penerbitan perizinan pemanfaatan ruang.