Politikus Muda PDI-P, Maruarar Sirait menegaskan, dikotomi tua dan muda, atau perempuan dan laki-laki dalam konteks kepemimpinan partai politik (parpol) di Indonesia sudah tidak relevan lagi.
Sebagai bukti, kata Maruarar, masyarakat pemilih tidak pernah melihat usia seorang elite politik sebagai alasan untuk memilih pada pemilu.
"Kalau survei, alasan yang paling tinggi untuk memilih seseorang itu kan di poin integritas dan yang bisa dipercaya. Bukan masalah pintar, penampilan, kaya, atau yang lain, tapi soal yang bisa dipercaya dan bisa merakyat. Itu poin tertinggi," tegas Ara, sapaan akrab Maruarar, di Jakarta, Kamis (18/12).
Menurut Ara, seorang pemimpin itu jauh lebih bisa diterima apabila tak feodal, menghargai semua kalangan, egaliter, punya rekam jejak baik, serta terbukti bekerja demi demokrasi dan ekonomi kerakyatan. Itu berarti kategorisasi tua atau muda, atau perempuan atau laki-laki, sangat rapuh dan rentan untuk menjadi basis ketika bicara soal regenerasi kepemimpinan nasional.
"Kita sudah di posisi meritokrasi, menjunjung tinggi nilai-nilai integritas profesionalitas, dan rekam jejak. Karena orang juga tak mau berspekulasi memilih pemimpin. Tanpa rekam jejak misalnya, seorang calon pemimpin bisa menimbukan spekulasi," paparnya.
Sebagai bukti, kata Ara, PDI-P memiliki Megawati sebagai ketua umum, yang walau berumur, namun bisa memastikan regenerasi kader pemimpin nasional yang mumpuni. Terbukti, ujarnya, PDI-P memiliki sosok seperti Jokowi yang kini Presiden, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Wali Kota Surabaya Rismaharini, dan legislator seperti Rieke Diah Pitaloka.
"Itu yang membuat kader masih percaya untuk dipimpin oleh Ibu Mega. Beliau membangun regenerasi. Di DPP PDI-P, kepala daerah, masih muda. Di DPR, banyak anggota fraksi yang muda dan bagus. Tak mungkin itu terjadi tanpa kepemimpinan, baik di parpol kami, yang notabene oleh seorang berumur seperti Ibu Mega," beber Ara.