Rezim perdagangan internasional harus memberi manfaat bagi masyarakat Indonesia secara luas. Fleksibilitas dalam menerapkan kebijakan nasional agar terjadi keseimbangan antara kepentingan nasional dan internasional dalam bingkai WTO adalah keniscayaan yang diperlukan bagi negara berkembang dan negara paling terbelakang (least developed countries).
Penegasan tersebut disampaikan oleh Teguh Juwarno, anggota Steering Committee (SC) dari Annual 2015 Session of the Parliamentary Conference on the WTO (PCWTO), di Geneva, Switzerland. Para anggota SC PCWTO bertemu membahas penyatuan draf dokumen yang akan menjadi hasil PCWTO 2015 ini.
"Indonesia mendesak agar poin terkait fleksibilitas ruang kebijakan nasional harus tetap ada tanpa melanggar ketentuan-ketentuan yang disepakati di WTO," jelas Teguh saat menyampaikan pandangannya dalam rapat (Senin, 16/2).
Poin terkait hal tersebut semula mendapatkan pertentangan keras dari Parlemen Jepang mengingat dalam semangat dan kacamata World Trade Organization (WTO), tidak mengenal adanya fleksibilitas tersebut. Namun, pandangan Indonesia itu mendapatkan dukungan dari parlemen negara berkembang lainnya seperti India, Tiongkok, Afrika Selatan maupun Yordania.
"Sikap ini memang perlu disampaikan agar negara berkembang tidak selalu didikte oleh kepentingan negara maju," dalih Teguh, yang merupakan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).