BADAN Pusat Statistik (BPS) mengukur tingkat kemajuan demokrasi di Indonesia. Hasilnya, perkembangan demokrasi selama 2015 menurun ketimbang tahun sebelumnya, tetapi masih bergerak pada tingkat menengah.
“Demokrasi di Indonesia secara umum masih bertengger pada kategori sedang,” ujar Kepala BPS Suryamin saat jumpa pers di kantornya, kemarin.
Angka indeks demokrasi Indonesia (IDI) mencerminkan baik atau tidaknya fungsi demokrasi di dalam negeri dengan skala 0-100. Semakin mendekati 100, berarti peran pemerintah dan masyarakat membangun demokrasi semakin baik. Sebaliknya, semakin mendekati nol berarti fungsi demokrasi makin menemui banyak hambatan.
Selama 2015, IDI menunjukkan angka 72,82 atau lebih rendah ketimbang capaian 2014 sebesar 73,04. “Walau angka kita itu menurun, secara umum masih dalam kategori baik,” jelas Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Sairi Hasbullah.
Menurut Sairi, pergerakan indeks juga masih fluktuatif, tetapi trennya membaik. Tercatat, pada 2009, indeks menunjukkan angka 67,3. Sejak saat itu hingga 2013, indeks selalu naik turun pada rentang yang sama. Barulah pada 2014 angka IDI melonjak drastis ke angka 73,04.
Sejumlah faktor turut memengaruhi penurunan indeks 2015. Beberapa indikator penentu rapor merah demokrasi, yaitu peran DPRD (42,90), peran partai politik (59,09), partisipasi politik dalam pengambilan keputusan (60,59), dan peran birokrasi pemerintah daerah (53,11).
Sairi mengatakan penyebab masih rendahnya nilai sejumlah indikator tersebut lantaran masih banyaknya demonstrasi yang berujung kekerasan. Begitu pula masih rendahnya peran DPRD dalam proses legislasi dan penganggaran, serta stagnasi keterlibatan parpol mendidik kader.
“Ini yang membangun perkembangan indeks demokrasi masih hanya dalam tahap sedang. Keterlibatan peran DPRD di daerah masih menjadi tantangan tersendiri. Begitu juga peran parpol selama 2015 yang kaderisasinya mengalami stagnasi karena terbelah,” kata Sairi.
Indeks tersebut juga memetakan kemajuan demokrasi di seluruh wilayah Indonesia. Hasilnya, empat provinsi punya kategori baik dengan angka di atas 80, yakni DKI Jakarta (84,70), DIY (83,19), Kaltim (81,24), dan Kalimantan Utara (80,16).
Biaya negara
Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Bahtiar Baharudin merespons positif indeks tersebut. Menurutnya, tren pergerakan indeks bakal menjadi acuan Kemendagri untuk merancang perbaikan tata kelola pemerintah daerah dan partai politik.
“Undang-Undang Partai Politik kami rancang untuk perbaikan di tahun depan. Bagaimana sumber dana partai sebagai pilar utama demokrasi menjadi lebih sehat. Kami berpikir negara harus turun tangan, enggak harus 1% dari APBN, lebih juga enggak apa-apa karena demokrasi yang lebih sehat harus berasal dari keuangan negara.’’
Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Yoedi Swastono menyatakan pihaknya bakal memberi penghargaan kepada daerah yang poin pelaksanaan demokrasinya meningkat pesat. “Tujuh terbaik kita berikan surat penghargaan. Tiga daerah terendah kita berikan warning,” ujar dia.
Politikus Partai Golkar yang juga Ketua DPR Ade Komarudin menilai penurunan indeks demokrasi merupakan momentum bagi parpol introspeksi. “Jangan sampai semua parpol menjadi oligarki. Itu enggak bagus, berarti demokrasi kita malah mundur,” tandasnya.