PEMERINTAH menjamin ketersediaan stok blangko e-KTP untuk daerah. Namun, distribusinya tidak dilakukan dengan melihat jumlah penduduk di wilayah tertentu, tetapi sesuai kebutuhan yang diajukan pemerintah setempat. "Saya kira blangko cukup. Kami tidak mau kalau suatu daerah minta 1.000 (blangko), tapi tidak proaktif untuk habiskan. Kalau ditumpuk, blangko itu kami ambil dan serahkan ke daerah lain," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Sejauh ini beberapa kota besar seperti Jakarta yang memiliki pendapatan asli daerah (PAD) tinggi sudah mencetak blangko sendiri. Kebijakan tersebut dinilai sangat membantu untuk mempercepat realisasi program e-KTP. Meski demikian, banyak pula daerah yang kebutuhan blangko mereka masih tergantung pemerintah pusat.
"Kita masih ada stok 4,5 juta blangko. Tapi apakah terjamin bisa habis kalau ada daerah yang minta 1 juta? Kalau hanya ditumpuk saja, sayang." Menurut Tjahjo, banyak atau sedikitnya blangko yang didistribusikan belum tentu bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan program pemerintah. Persoalan utama ialah rendahnya respons masyarakat serta terbatasnya jumlah personel di lapangan. Padahal kendala tersebut dapat diatasi jika petugas bersedia menyambangi kediaman warga ketimbang hanya menunggu di kantor kelurahan/kecamatan. Sistem jemput bola dipandang lebih efektif untuk menarik minat masyarakat khususnya yang berdomisili di pelosok dan pesisir pantai. "Cukup dua orang (petugas) naik motor dan bawa alat perekam data untuk door to door. Nanti bisa sekaligus juga dibuatkan dengan akta kelahiran. Niatnya mengajak masyarakat, ayo dong meluangkan waktu. Ini kan penting," katanya. Hingga saat ini pemerintah tetap optimistis program pembuatan e-KTP untuk seluruh masyarakat dapat rampung sebelum 30 September 2016. Jika prediksi tersebut ternyata meleset, target penyelesaian akan mundur hingga akhir 2017. "Ya tidak otomatislah (mundur). Deadline kan penting sama seperti wartawan. Kita ingin nomor induk sudah dimiliki satu orang. Ini e-KTP bisa untuk kepentingan e-voting, membuat SIM, BPJS, paspor, mencari kerja, dan lainnya," pungkas Tjahjo.
Banyak kendala
Anggota Komisi II DPR Amirul Tamim menambahkan, selain itu, kendala teknis seperti ketersediaan pasokan listrik dan sumber daya manusia di berbagai pemerintah daerah jelas banyak menghambat program e-KTP. Selain tentunya kesigapan pemerintah dalam memasok, terutama blangko e-KTP. "Pasti ada kendala-kendala di lapangan. Harus diakui masih ada keterlambatan. Jangan menyerah begitu saja. Momentum pilkada serentak nanti untuk mendorong percepatan (program) itu," ujarnya. UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur soal kewajiban penggunaan KTP elektronik sebagai syarat terdaftar sebagai pemilih. Memang ada toleransi hingga Januari 2019 untuk memberi kesempatan kepada pemerintah menyelesaikan program itu. Alhasil, pada Pilkada 2017 dan 2018 warga masih bisa menggunakan kartu identitas bukan e-KTP.
Syaratnya sudah mendaftarkan diri ke dinas kependudukan dan catatan sipil lokal. Surat itu berguna untuk menjelaskan domisili warga itu di wilayah administrasi tersebut. "Apalagi nanti 2024 pemilu nasional dan pilkada serentak. Kalau jadi e-voting nanti ketemu (urgensi e-KTP). Jangan remehkan ini," ujar anggota Fraksi PPP di DPR itu. Amirul juga mengakui konsep awal e-KTP sebagai kartu identitas tunggal yang menyatukan banyak jenis kartu identitas butuh waktu untuk terwujud. Kondisi yang mendukung terwujudnya konsep ini ialah saat sokongan teknologi makin kuat serta tiap institusi yang terkait mau saling mengalah. "Harusnya tidak ada lagi ego sektoral. Semua juga bisa menyatu kalau semua terkoneksi seperti bank. Bank saja bisa, masak bikinan pemerintah enggak," cetus Amirul.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman pun meminta Kemendagri tak lengah memantau ketersediaan blangko e-KTP. Selain itu, segala hal teknis untuk memperlancar program ini juga harus tetap dipantau. Menurut Rambe, pergelaran pilkada serentak ini mestinya jadi pemacu bagi pemerintah untuk menyegerakan penuntasan program e-KTP. Menjelang Pilkada 2017 yang dgelar di 101 daerah, masih ada sekitar 5 juta e-KTP yang belum terekam. Ini berguna pula bagi kemudahan pendataan daftar pemilih tetap (DPT) sebab warga yang sudah memenuhi syarat usia untuk memilih dan terekam datanya di e-KTP sudah otomatis masuk DPT. Jika belum terdata, pemilih mesti menempuh prosedur tambahan berupa pendaftaran ke dinas dukcapil. "Sudah dinyatakan Dirjen Dukcapil Kemendagri, itu akan diselesaikan. Kita percaya itu, tapi teknisnya harus disiapkan," imbuh Rambe.
Daerah kekurangan
Di beberapa daerah di Indonesia, problem kekurangan blangko menjadi kendala utama, seperti di Kabupaten Purwakarta, Pangkalpinang, Palembang, Malang, dan Tasikmalaya. Di Purwakarta, Jawa Barat, misalnya, kekosongan blangko sudah terjadi sejak dua pekan terakhir. Kondisi itu mengakibatkan pelayanan pembuatan dokumen pribadi bagi warga sedikit terhambat. Dinas kependudukan dan pencatatan sipil (disdukcapil) setempat meminta masyarakat untuk bersabar. Untuk sementara, dinas terkait memberlakukan surat keterangan bukti perekaman bagi pemohon e-KTP sebagai pengganti atas kekosongan blangko tersebut. Kepala Disdukcapil Kabupaten Purwakarta Sulaeman Wilman mengatakan kekosongan blangko e-KTP sudah berlangsung sejak dua pekan terakhir. Menurutnya, kekosongan itu tak hanya terjadi di wilayah kerjanya, tapi juga di daerah lain. "Daerah lain juga sepertinya mengalami kondisi sama karena ini merupakan kendala teknis terkait belum selesainya proses pengadaan di tingkat pusat," Kata Sulaeman, kemarin.
Di Pangkalpinang, Bangka Belitung, dinas dukcapil setempat menyebutkan jumlah masyarakat yang belum merekam e-KTP hingga saat ini tersisa 12% atau sebanyak 20 ribu. Kepala Dinas Dukcapil Kota Pangkalpinang Armada mengatakan di wilayahnya masyarakat yang sudah berhak mendapatkan e-KTP sebanyak 170 ribu jiwa. Di Malang, pemkot setempat mendongkrak kepemilikan e-KTP dengan membuka layanan pada hari libur, Sabtu dan Minggu. Selain itu, melibatkan petugas kelurahan melakukan survei dai rumah ke rumah. "Warga saat ini bisa mengurus e-KTP pada Sabtu dan Minggu, mulai pukul 08.00 sampai pukul 13.30 WIB di kantor kecamatan dengan hanya membawa KTP lama dan fotokopi kartu keluarga, tanpa pengantar RT/RW," tegas Kepala Disdukcapil Kota Malang Metawati Ika Wardani.