PERUBAHAN status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan (IUPK) operasi produksi terus menuai penolakan dari PT Freeport Indonesia (FI). Perusahaan tambang asal AS itu pun menyiapkan langkah arbitrase atau cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Bahlil Lahadalia meminta agar ada kesepakatan jalan tengah atau win-win solution antara pemerintah dan PTFI sebagai solusi dari kebuntuan negosiasi saat ini.
"Sekarang kan negosiasi masih buntu dan ini bukanlah salah pemerintah karena pemerintah menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara," tegas Bahlil, kemarin (Senin, 20/2).
PTFI, di lain sisi, menurut Bahlil juga belum memenuhi kesepakatan untuk membangun smelter sehingga hal itu merupakan wanprestasi yang sangat disayangkan.
"Tetapi pemerintah juga harus membuat jalan keluar yang bijaksana agar saling menguntungkan. Jangan perusahaan ambil untung terlalu banyak sementara hasil ke negara sedikit," tegas pengusaha asal Papua itu.
Ia pun meminta pemerintah agar tidak perlu takut dengan ancaman pemutusan hubungan kerja yang juga mungkin akan dilakukan Freeport. "Ancaman itu ya biasa saja. Pengusaha itu ada dua. Ada yang cinta negara, ada yang tidak cinta negara. Intinya jangan sampai negara lain mendikte negara kita," tandas Bahlil.
CEO of Freeport McMoran Inc, Richard C Adkerson, dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin, menyatakan kecewa terhadap sikap pemerintah RI yang dinilai telah membuat keputusan sepihak terkait dengan penerbitan IUPK pada 10 Februari 2017 yang kemudian mengakhiri rezim KK agar perusahaan tetap memperoleh izin rekomendasi ekspor.
PTFI menolak IUPK lantaran dianggap tidak memberikan kepastian investasi dari aspek hukum dan fiskal. Dari sisi fiskal misalnya, Freeport berkukuh agar aturan pajak dan royalti di IUPK bersifat naildown (tetap) seperti yang diatur KK.
Dalam IUPK, ketentuan pajak bersifat prevailing. Artinya, pajak yang dibayarkan PTFI ke depan berubah-ubah hingga masa kontrak berakhir.
"Jika tidak dapat menyelesaikan perbedaan itu dengan pemerintah, Freeport bisa melaksanakan haknya untuk arbitrase. Hari ini Freeport belum melaporkan arbitrase, tapi kita memulai proses untuk melakukan itu," ujar Adkerson.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menghargai langkah PTFI membawa kesengkarutan ke jalur arbitrase. "Ini kan negara berdaulat. Semua perjanjian dan perikatan perdata harus mengikuti landasan konstitusi. Ya kalau memang tidak terima, silakan dibawa ke arbitrase," ujar Jonan saat ditemui di gedung parlemen, kemarin. Namun, Jonan menilai langkah ke arbitrase masih panjang dan masih ada ruang bernegosiasi.
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta PTFI menghormati peraturan di Indonesia. "Freeport sudah hampir 50 tahun di sini. Jadi, mereka juga harus menghormati undang-undang kita," tegas Luhut, kemarin.
Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu menganggap langkah PTFI menyiapkan proses arbitrase itu kurang bijak meskipun itu sudah menjadi hak perusahaan. Pasaribu pun menilai posisi pemerintah cukup kuat sehingga tidak perlu khawatir.