Sekelompok masyarakat menuntut agar pasal penodaan agama dihapuskan. Mereka menganggap pasal tersebut kerap menimbulkan kegaduhan. Namun, anggota Komisi III DPR Arsul Sani tak setuju dengan hal itu.
Ia lebih sepakat jika pasal penodaan agama diperbaiki ketimbang dihapus. Perbaikan diperlukan terlebih memasuki tahun politik guna mengantisipasi politisasi agama.
"Dengan adanya kasus penodaan agama seperti di Tanjung Balai, kemudian digunakan untuk kampanye beberapa teman LSM untuk menghapuskan pasal pidana tentang penodaan atau penghinaan terhadap agama," kata Arsul di Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berpandangan, jika pasal tersebut dihapus justru akan menimbulkan banyak permasalahan. Menurutnya, akan ada pihak-pihak menentukan jalan hukumnya sendiri.
"Sebaiknya diajukan rumusan kembali dibanding menghapusnya. Ini harus tetap ada, apalagi jelang tahun politik," ujarnya.
"Kalau pasal ini coba dihapuskan, akan ada elemen masyarakat yang mengambil jalan hukumnya sendiri. Maka nanti munculah dark justice," terangnya.
Diketahui, putusan Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai, Sumatera Utara dengan terdakwa Meilina yang divonis 1,5 tahun penjara menuai polemik di publik, bahkan muncul pro kontra.
Meilina terbukti menodai agama terkait keberatan terdakwa atas kerasnya suara adzan yang berujung pembakaran dan perusakan vihara dan klenteng di wilayah tempat tinggalnya.