Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI Abdul Hakim mengatakan, banyaknya peristiwa kecelakaan angkutan darat yang terjadi belakangan ini lantaran lemahnya dalam implementasi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Salah satunya dalam proses pengeluaran SIM bagi pengemudi kendaraan umum.
"UU No 22 Tahun 2009 sudah sangat komprehensif mengatur tentang keselamatan dan keamanan berlalu lintas. Seluruh aspek yang berkaitan dengan keselamatan, seperti kelaikan jalan, rekayasa lalu lintas sampai syarat-syarat untuk memperoleh SIM termasuk sanksi pidana juga diatur. Sayangnya, lemah di tingkat implementasi," ujar Hakim dalam rilisnya, Senin (13/2).
Sebagai contoh, Hakim menyebutkan soal persyaratan pengemudi kendaraan umum yang harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sebelum dapat memiliki surat izin mengemudi (SIM).
"Pasal 77 UU LLAJ sudah mengatur untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri. Dan, khusus untuk pengemudi kendaraan umum, calon pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan pengemudi angkutan umum dan hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk kendaraan bermotor perseorangan. Dengan demikian, jelas bahwa untuk pengemudi kendaraan umum harus memiliki keahlian," kata Hakim.
Sayangnya, dalam implementasi, pengendara kendaraan umum dapat dengan mudah mendapatkan SIM tanpa dibekali dengan pendidikan dan keahlian. Tidak heran, masih banyak sopir kendaraan umum yang ugal-ugalan.
Untuk itu, Hakim meminta Kepolisian RI untuk memperketat kontrol pemberian SIM pada pengemudi kendaraan umum. Pengemudi kendaraan umum yang tidak mengikuti pelatihan dan pendidikan tidak boleh diberikan SIM sebagaimana disyaratkan dalam UU LLAJ.
Safety Driving Center
Untuk meningkatkan keterampilan pengemudi dan menekan angka kecelakaan, khususnya pengemudi kendaraan umum, Hakim menyarankan agar setiap provinsi segera membentuk Safety Driving Center (SDC) yang merupakan amanat UU No 22 tahun 2009. Saat ini, baru sekitar empat provinsi yang sudah memiliki SDC yaitu Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, dan NTB.
"UU No 22/2009 mengamanatkan bahwa setiap pengemudi yang ingin mendapatkan SIM harus mendapatkan sertifikasi dari lembaga pelatihan seperti safety driving centre ini. Apalagi untuk pengemudi kendaraan umum yang bertanggung jawab atas nyawa puluhan orang. Tak hanya memberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan para pengemudi, tapi juga menanamkan etika berlalu lintas," kata Hakim.
Sebagai pusat pelatihan keterampilan mengemudi, Safety Driving Centre diharapkan dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas yang saat ini masih sangat tinggi.
"Jika tidak segera ditangani dengan serius, jumlah korban tersebut diprediksi akan mencapai angka 65.000 di tahun 2020. Sementara kerugian akibat kecelakaan lalu lintas sendiri ditaksir mencapai 2,9 persen dari Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP). Karena itu, SDC punya peranan besar dalam membentuk pengemudi yang memiliki kompetensi," kata Hakim yang juga ikut membidani lahirnya UU No 22/2009 tentang LLAJ.