Program wajib belajar 12 tahun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus dipersiapkan dengan baik. Jangan sampai program ini hanya sekedar janji doang.
warning ini disampaikan pengamat pendidikan Arif Rahman Hakim. “Mulai dari kualitas pengajar, pendidikan juga tidak boleh melupakan sendi ekonomi budaya sosial,” kata Arif di Jakarta, kemarin.
Dia menyatakan, DKI Jakarta telah merencanakan wajib belajar 12 tahun sejak 2006. Namun, hingga kini program itu masih terus dikaji dengan hati-hati karena bisa menimbulkan pro kontra.
Gejolak yang diperkirakan akan muncul, diungkapkan Arif, ketika pertama kali program itu dilaksanakan untuk sekolah negeri dan swasta yang dipilih. Sementara sekolah swasta yang tidak dipilih, kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya gejolak sosial.
“Untuk itu, harus ada pemetaan sosial. Karena untuk kesejahteraan guru juga sudah cukup baik,” katanya.
Selain itu, Arif berharap agar Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar memperhatikan kebutuhan anak didik saat lulus nanti. Sebab, Jakarta seharusnya berinvestasi khusus untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Pendidikan bukan hanya menghafal, tapi juga dibarengi praktik, harus punya laboratorium skill untuk setiap sekolah. Tidak ada gunung di sini, kita hanya punya SDM. Jadi manfaatkanlah dengan baik,” saran Arif.
Sedangkan anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo menilai, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI 2011 untuk Biaya Operasional Pendidikan (BOP) SMA Negeri sebesar Rp 900 ribu per tahun dan SMK Negeri sebesar Rp 1,8 juta per tahun per siswa, masih belum cukup untuk merealisasikan program wajib belajar 12 tahun.
Padahal, kata Rio, Perda No.8 tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Daerah dan Perda No.1 Tahun 2008, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta sudah mengamanatkan wajib belajar 12 tahun. “Tapi hingga kini, program itu masih belum ada perkembangan berarti,” kritiknya. Karena itu, jangan sampai program wajib belajar 12 tahun ini hanya sekedar omong doang alias Omdo.
Keberadaan SMA/SMK atau sederajat swasta, lanjut Rio, juga jauh dari tersentuh oleh BOP sebagaimana wajib belajar sembilan tahun. Padahal di sekolah swasta, juga didominasi siswa dari warga menengah ke bawah.
Dalam rangka pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, tambahnya, juga masih ditemukan pungutan liar (pungli). Khususnya di SD Negeri dan SMP Negeri yang selama ini menrima anggaran BOP melalui APBD DKI 2011.