Selama ini Mahkamah Konstitusi (MK) hanya melayani gugatan atau judicial review pada Undang undang (UU). Namun MPR bersama DPD RI sedang membahas kemungkinan pengajuan judicial review pada peraturan selain UU oleh masyarakat. Atau yang dikenal dengan nama 'constitusional complain'.
Sebab itu, tim kerja kajian yang terdiri dari delegasi fraksi yang ada di MPR dan DPD RI melakukan pembahasan kemungkinan wewenang tambahan pada MK melalui seminar kajian sistem ketatanegaran. Satu diantaranya yang diselenggarakan Gedung Mandala Bakti Wanitatama Yogyakarta, Kamis (23/5/2013).
Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifudin menjelaskan, ini adalah aspirasi dari sebagian masyarakat. Bagaimana agar hak dasar warga negara bisa dilindungi jika semisal ada kebijakan negara hak konstitusional warga.
"Makanya muncul aspirasi adanya constitusional complain," ujar Lukman, saat ditemui di sela-sela seminar.
Menurutnya, saat ini muncul aspirasi terjadinya perubahan undang undang dasar (UUD). Sehingga momentum ini digunakan untuk melakukan kajian apakah isu constitusional complain dapat diakomodir pada konstitusi Republik Indonesia.
Dengan demikian, MPR bersifat menampung berbagai aspirasi ini untuk kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk tim kerja kajian. Fungsinya meformulasikan aspirasi yang berkembang sehingga rumusan ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
"Kami masih melakukan kajian apakah dari sisi urgensinya, (consitusional complain) diperlukan tidak. Kalau dianggap perlu, ditentukan siapa institusi yang berwenang. Barulah dirumuskan bagaimana mekanismenya," ujar Lukman.
Pada sejumlah negara lain, seperti Jerman dan Korea Selatan, constitusional complain sudah diatur dalam sistem ketatanegaraan. Namun di Indonesia sampai belum ada UU yang mengatur adanya mekanisme ini, termasuk UU MK pun belum mengakomodirnya.
"Dengan constitusional complain, warga bisa mengajukan gugatan diluar UU. Seperti Perda bahkan Perbub atau Perwal kalau memang dirasa bertentangan dengan UUD," kata Lukman.
Ketua tim kerja kajian, Bambang Soeroso menambahkan, jika memang kewenangan ini direalisasikan, maka MK dinilai menjadi lembaga yang paling relevan untuk mengampu. Sehingga, lembaga yang pernah dipimpin Mahfud MD ini harus mengupgrade kemampuan untuk menampung berbagai gugatan dari warga negara.
"Pasti akan banyak banget yang melakukan gugatan. Makanya, kajian harus dilakukan secara komprehensif. Karena pemikiran ini juga ada plus minusnya," kata pria yang menjabat ketua kelompok DPD RI ini.
Sementara, Gubernur DIY Sri Sultan HB X yang menghadiri seminar ini mengatakan, perlu adanya akomodasi warga negara yang melakukan gugatan terhadap peraturan negara. Meskipun masih harus dilakukan kajian lebih jauh terhadap berbagai kemungkinan untuk direalisasikan.
"Individu yang merasa dirugikan hak-haknya sesuai bunyi konstitusi, bisa mengajukan permohonan dibahas di MK. Tapi dilihat dulu seberapa jauh kemungkinannya," tutup Sultan.