Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kantor DPRD Surabaya.
Mereka berupaya jemput bola ''menyadarkan'' anggota legislatif agar melaporkan kekayaannya sebagai pejabat.
Sayang, hanya sebagian anggota dewan yang mau mendengar penjelasan KPK. Yang lain absen dengan beragam alasan.
Sebenarnya undangan ketua dewan disebarkan sehari sebelumnya. Undangan kepada para wakil rakyat itu diteken Ketua DPRD Surabaya Armuji.
Namun, tidak gayung bersambut, hanya 20 di antara 50 anggota dewan yang sudi hadir.
Beberapa anggota yang tercatat belum melaporkan harta kekayaan juga tidak tampak di DPRD Surabaya. Mereka, antara lain, Adi Sutarwijono, Dyah Katarina, Sukadar, dan Endy Suhadi.
Mereka yang hadir justru para anggota dewan yang selama ini melaporkan harta kekayaan. Misalnya, Suyanto (PKS), Achmad Zakaria (PKS), Agustin Poliana (PDIP), dan Fatkur Rohman (PKS).
Fatkur Rohman juga merasa aneh dengan undangan itu. Sebab, selama ini dia selalu melaporkan harta kekayaan dengan mengisi formulir laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).
Saat didatangi petugas LHKPN, dia pun menyodorkan beberapa bukti telah melapor. Staf KPK yang mendampingi pengisian LHKPN menyatakan bahwa kehadiran dirinya hanya berkepentingan kepada yang belum melapor.
''Ya, akhirnya saya pulang,'' ujar Fatkur.
Namun, menurut Achmad Zakaria, anggota komisi B, sosialisasi tersebut juga bermanfaat bagi mereka yang sudah melaporkan harta kekayaan.
''Saya mendapat ilmu baru, ternyata sekarang wajib melaporkan dua tahun sekali,'' ujarnya.
Sebelum kehadiran KPK ke kantor dewan, LHKPN memang menjadi perdebatan di kalangan para wakil rakyat.
Ada sejumlah anggota yang merasa tidak perlu melapor karena bukan penyelenggara negara. Namun, mereka mengaku sebagai penyelenggara pemerintahan daerah.
Karena tidak diatur dalam undang-undang, mereka merasa tidak wajib lapor.
Sekretaris DPRD Kota Surabaya Hadi Siswanto mengungkapkan, seluruh unsur anggota dewan maupun pimpinan diundang semata agar sosialisasi mekanisme pelaporan LHKPN tersebut merata.
''Yang sudah melapor atau yang belum memperbarui laporan juga harus tahu mekanisme baru ini,'' ujarnya.
Hadi mengakui, jumlah kehadiran anggota dewan memang jauh dari harapan. Dia beralasan bahwa beberapa anggota dewan sedang memiliki kesibukan di luar Surabaya.
Memang, tidak ada sanksi khusus bagi pejabat yang tidak melaporkan LHKPN ke KPK. Menurut Airin Hartanti Kusniar, pejabat Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, biasanya mekanisme sanksi ditentukan masing-masing instansi pemerintahan.
Langkah itu dilakukan untuk mendorong transparansi sebagai pejabat publik. ''Biasanya sanksi berupa tidak mendapatkan promosi atau kenaikan pangkat,'' tuturnya.
Airin menjelaskan, sebenarnya banyak kemudahan sistem pelaporan LHKPN yang baru ini. Semua informasi dan penyetoran bisa dilakukan secara online. Namun, pelaporan wajib dilakukan saban dua tahun.