Komisi XI dewan perwakilan rakyat (DPR) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mengubah asumsi nilai tukar rupiah di 2019.
Dalam RAPBN tahun anggaran 2019, asumsi nilai tukar ditetapkan sebesar Rp 14.400 per US$. Angka ini memang masih tinggi dibandingkan oleh nilai tukar rata-rata per Januari-September 2018 yang sebesar Rp 13.977 per US$.
Salah satu anggota Komisi XI DPR yang meminta adanya perubahan asumsi tersebut adalah Achmad Hatari. Dia menilai tidak ada salahnya mengubah dari sekarang sebelum sentimen negatif dari eksternal masih belum bisa diprediksi kapan berakhir.
"Terkait dengan pelemahan nilai tukar, kita berharap pemerintah melakukan perubahan asumsi karena belum ada tanda-tanda yang baik," kata Hatari di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (10/9/2018).
Sentimen negatif yang mengusik stabilitas nilai tukar rupiah ini antara lain perang dagang, kenaikan suku bunga The Fed, hingga krisis ekonomi di Turki dan Argentina. Sentimen tersebut membuat investor ragu menanamkan modalnya di negara berkembang, bahkan ada yang menarik dananya sehingga kebutuhan dolar AS sulit terpenuhi.
Sementara itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Refrizal mengatakan polemik nilai tukar disebabkan karena masih berlakunya UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar.
Dia menganggap, aturan tersebut tidak mewajibkan para pengusaha atau eksportir untuk mengembalikan devisa hasil ekspor (DHE) ke Indonesia dan mencairkannya dalam rupiah.
"Sehingga dolarnya tidak masuk ke ibu pertiwi, harusnya uangnya kembali dulu, namun UU 1999 Nomor 24 tentang devisa bebas memang memungkinkan dia tidak merupiahkan dolarnya, kita kena dampak luar biasa,"kata Refrizal.
Dia menilai aturan tersebut sudah 19 tahun berjalan dan belum ada peninjauan kembali apakah masih sesuai dengan kondisi perekonomian yang perkembangannya sangat pesat.
"Padahal ini sudah masuk prolegnas, tapi tidak disampaikan ke DPR, setahu saya belum ada sampai DPR, sekarang Suh 19 tahun perlu dievaluasi sehingga pelemahan tidak bisa kita andalkan ke BI," jelas dia.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku membuka peluang untuk membahas asumsi nilai tukar lebih jauh lagi bersama Bank Indonesia (BI) dan Komisi XI sebagai mitra pemerintah sektor keuangan dan moneter.
"Dalam hal ini kurs domain BI, namun kita semua perlu menghitung konsekuensi postur dari sisi penerimaan maupun belanja negara," kata Sri Mulyani.
Meski Demikian, Pimpinan Rapat Komisi XI Melchias Marcus Mekeng meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan secara tertulis mengenai permintaan perubahan asumsi nilai tukar seperti yang diminta beberapa anggota.
Mekeng menyebutkan keputusan tersebut akan diambil pada Kamis pekan ini dengan catatan pemerintah sudah memberikan jawaban pada hari Rabu.
"Kita tunggu kesimpulan tertulis hari Rabu, dan Kamis jam 2 siang kita ambil keputusan," tutup Mekeng.