Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mendukung sikap dan langkah Menteri Luar Negeri untuk mengecam tindakan intoleran kelompok ultranasionalis ekstrimis kanan di Swedia dan Norwegia yang meluas ke Denmark. Kelompok radikal kanan itu melakukan aksi penodaan dan pembakaran Al Quran.
“Saya mendukung sikap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, DPR RI, PBB dan Moslem World League yang menolak keras tindakan intoleran yang menodai, merobek, meludahi dan membakar Al Quran yang disucikan oleh umat beragama terbesar kedua di Eropa,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (2/9/2020).
HNW berharap, langkah yang dilakukan pemerintah harus lebih konkret dengan tetap memperhatikan kedaulatan negara dan memaksimalkan potensi Indonesia di PBB dan OKI. Apalagi, saat ini Duta Besar Republik Indonesia di Oslo, Norwegia, adalah salah satu tokoh senior hak asasi manusia di Indonesia, yakni Todung Mulya Lubis.
“Perlu ada protes dan kritik kepada negara-negara di Skandinavia itu, juga dukungan agar mereka dapat efektif menyelesaikan masalah radikalisme ultranasionalis ini, dan mengingatkan kembali bahwa pembakaran kitab suci suatu Agama bukan kebebasan berpendapat, itu justru melanggar HAM, dan bentuk dari penodaan agama,” ujarnya.
Selain itu, HNW berharap umat Islam tidak terprovokasi apalagi melakukan tindakan destruktif. HNW juga berpendapat perlu ada desakan serius kepada Council of Europe (Majelis Eropa) yang bertanggung jawab berkaitan dengan urusan hak asasi manusia di benua Eropa.
“Indonesia bisa memprakarsai dengan mengambil peran melalui forum diskusi dengan Council of Europe di Strassbourg, Prancis untuk mencari solusi terkait penghentian fenomena yang menumbuh suburkan intoleran dan radikalisme terorisme, dan mengancam ketertiban serta kedamaian dunia seperti yang luas dipraktekkan oleh kalangan ekstrimis radikal kanan ini, karena dapat memicu konflik tidak hanya di Eropa, tetapi bisa meluas ke belahan dunia lainnya,” ujarnya.
Ia mencatat, Council of Europe melalui peradilan yang dibawahinya yakni the European Court of Human Rights (Pengadilan HAM Eropa) sebenarnya telah menerbitkan beberapa putusan pengadilan yang membela kehormatan agama. Misalnya, kasus Nyonya E.S vs Austria yang diputus pada Oktober 2018 lalu.
Dalam kasus itu, jelas HNW, Nyonya E.S. dihukum oleh pengadilan negeri Austria karena menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pedofil. Tidak terima dengan putusan itu, Nyonya E.S. mengadu ke Pengadilan HAM Eropa dengan argumen bahwa aturan domestik Austria yang menjerat dirinya itu bertentangan dengan Konvensi HAM Eropa.
Namun, Pengadilan HAM Eropa menolak argumen Nyonya E.S. Pengadilan HAM Eropa berpendapat bahwa menampilkan sosok yang berkaitan dengan keagamaan secara provokatif dapat menyakiti perasaan para pengikut agama tersebut. Hal itu juga dapat dianggap sebagai pelanggaran berbahaya terhadap semangat toleransi yang merupakan salah satu basis dari masyarakat demokratis.
“Kasus itu bisa menjadi rujukan kita bersama terkait hubungan HAM dan Kehormatan suatu agama. Namun, saat ini yang perlu diselesaikan dan temukan solusinya adalah bagaimana fenomena radikalisme dan intoleran ekstrim kanan atau ultra nasionalis yang melecehkan agama di Eropa itu bisa segera dihentikan, untuk mewujudkan kehidupan toleransi dan menguatkan praktek demokrasi,” pungkasnya.