Langkah Antisipasi Bencana Harus Diatur Dalam RUU PPDK

Rancangan Undang-Undang (RUU) Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan (PPDK) harus mengantisipasi bencana dan kerusakan lingkungan. 

Hal tersebut disampaikan Anggota Pansus RUU PPDK dari FPKS DPR RI  Sigit Sosiantomo dalam rapat kerja Pansus RUU PPDK, Rabu (6/2).

Raker Pansus yang dilaksanakan di ruang Banggar DPR RI menghadirkan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Indonesia adalah negara rawan bencana (ring of fire). Bencana alam seperti banjir, longsor, gempa bumi, dan bencana lainnya senantiasa mengintai. Oleh karena itu, Sigit meminta tindakan antisipatif harus diatur juga dalam RUU PPDK.

"Kita tidak bisa membayangkan bila masyarakat di daerah kepulauan yang minim akses, tidak diberikan peringatan dini (early warning) terhadap bencana yang akan datang," ungkap Anggota DPR RI Dapil Surabaya-Sidoarjo ini.

Pada kesempatan ini, Sigit juga mengingatkan Kementerian Kehutanan sebagai salah satu kementerian yang mempunyai satker (satuan kerja) di daerah harus meningkatkan upaya-upaya dalam rangka mengantisipasi bencana alam seperti banjir, tanah lngsor, dan lain-lain sehingga masyarakat lebih siap dalam menghadapinya.

Selain bencana, lanjut Sigit, hal yang penting dan harus menjadi perhatian dalam RUU PPDK adalah kegiatan pencemaran lingkungan. Menurutnya, daerah-daerah kepulauan yang terpencil menjadi tempat yang sangat rawan menjadi tempat pembuangan limbah dan perusakan lingkungan. Hal ini terjadi karena sulitnya pengawasan dari pemerintah pusat. "Jadi RUU ini harus mengatur upaya-upaya pencegahan perusakan lingkungan," tandasnya.  

Sebagai contoh, tambah Sigit, bencana tumpahan minyak Montara di Laut Timor. Seperti diketahui, pada 21 Agustus 2009 silam telah terjadi kebocoran minyak (light crude oil) dan gas hidrokarbon akibat ledakan di The Montara Well Head Platform di Blok West Antlas - Laut Timor.

Ribuan keluarga terutama nelayan dan petani rumput laut di wilayah Timor Barat, Rote Ndao, Sabu, Lembata, Flores Timor, Alor dan Sumba telah menderita karena pencemaran laut akibat tumpahan minyak Montara tersebut.

Sebuah penelitian independen tahun 2011 menunjukkan penurunan produksi rumput laut sekitar 71% setelah peristiwa 2009. Bahkan, kerugian tahunan akibat peristiwa ini mencapai sekitar US$ 1,7 miliar.

"Hampir empat tahun belum ada masyarakat yang mendapatkan ganti rugi,"ujar Sigit.

Oleh karena itu, pada Raker Pansus RUU PPDK kali ini, Sigit juga mendesak kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup untuk mendukung dan mendorong upaya penanganan ganti rugi kepada masyakarat yang terkena dampak peristiwa Montara tersebut.

Diposting 07-02-2013.

Dia dalam berita ini...

Sigit Sosiantomo

Anggota DPR-RI 2009-2014 Jawa Timur I
Partai: PKS