Ketua Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pelindo II DPR RI Rieke Diah Pitaloka menegaskan, persoalan global bond PT. Pelindo II harus menjadi perhatian bagi para pengelolah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kami harap ini menjadi catatan untuk dipelajari dan dievaluasi. Semacam alert bahwa persoalan global bond kalau tidak dipersiapkan dengan baik maka akan menjadi beban bagi negara, " tegas Rieke usai Rapat Dengar Pendapat Pansus Pelindo II dengan Direksi JICT, Direksi Pelindo II, dan mantan Direktur Keuangan Pelindo II di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (23/03/2017).
Rieke menjelaskan, BUMN boleh saja menerbitkan global bond asalkan melalui perhitungan yang matang, sehingga peruntukkan dana pinjaman luar negeri itu bisa optimal. Ia menilai, pengambilan global bond tidak sesuai kebutuhan dan berpotensi merugikan negara.
Pada bagian lain, ia menyebutkan dalam kasus Pelindo II, dana global bond untuk beberapa proyek Pelindo II telah cair. Namun, setelah diselidiki, masih banyak permasalahan dalam proyek strategis Pelindo II dan investasi pun tidak bisa dilakukan. Misalnya, mulai dari kendala perizinan, feasibility study, amdal, dan pembebasan lahan.
"Yang ini juga mengherankan bagaimana ada utang sebesar itu. Syarat administrasi belum ada, kok, dananya sudah bisa keluar," sebut politisi dari F-PDI Perjuangan itu. Dia mempertanyakan, ada apa di balik semua ini. "Apakah ada semacam kejahatan di sektor keuangan yang mendorong keluarnya global bond. Ini tidak bisa didiamkan. Pansus akan terus menerus melakukan penyelidikan," ungkap Rieke.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Pansus John Kenedy Azis menyayangkan anak-anak perusahaan Pelindo II harus menanggung beban utang dari pinjaman Pelindo II. Bunga utang yang harus dibayar begitu besar dalam jangka waktu 10, bahkan hingga 30 tahun.
"Memang belum ada kewajiban membayar pokoknya tetapi bunga sudah berjalan. Nah, ini yang menjadi kekhawatiran publik, sejauh mana kekuatan Pelindo membayar bunga itu," ujar politisi F-Golkar ini. Seperti diketahui, obligasi global Pelindo II sebesar Rp20,8 triliun yang diterbitkan pada April 2015 silam. Akibatnya, negara harus membayar bunga Rp1,2 triliun setiap tahunnya.